Ekonomi China tumbuh 4,9% pada kuartal III tahun 2021 atau di periode Juli hingga September setelah krisis energi menghantam. Ditambah wabah Pandemi Covid-19 yang pasang surut hingga kebijakan ketat Beijing.
Sejumlah negara dihantam krisis energi akibat melonjaknya harga gas, minyak dan batu bara. Hal itu membuat khawatir karena bisa berdampak pada meningkatnya inflasi.
Ekspor China pada September melonjak 28,1% menjadi USD305,74 miliar meski dihantam krisis listrik. Ekspor meningkat akibat terjadinya permintaan menjelang libur panjang akhir tahun.
Industri baja, kertas, kaca, semen, keramik, dan bahan kimia di Inggris terpaksa tutup pabrik akibat tarif listrik melonjak tajam terdampak krisis energi.
Krisis energi global semakin meluas dari China hingga Eropa kini mengancam Jepang. Krisis tersebut seiring naiknya harga listrik ke level tertinggi dalam sembilan bulan terakhir.
Provinsi Shaanxi merupakan pusat tambang batu bara di China. Ada sebanyak 60 tambang batu bara terpaksa berhenti total akibat bencana banjir bandang tersebut.
Krisis energi saat ini bukan krisis energi terbarukan, melainkan krisis harga bahan bakar fosil karena bahan bakar fosil merupakan komoditas global yang bisa diperdagangkan.
Keamanan pasokan harus bisa dijamin dan harga energi yang terjangkau juga penting untuk mengoptimalkan sumber energi baru terbarukan yang ada di Indonesia.
Krisis energi mulai dihadapi sejumlah negara besar lantaran meningkatnya kebutuhan energi dalam masa pemulihan ekonomi dan kegiatan produksi. Kawasan Eropa, China, hingga India sudah merasakannya.
Gubernur Indonesia untuk OPEC 2015-2016 mengingatkan, untuk kasus Indonesia, krisis energi global akan berpengaruh pada harga BBM dan LPG yang biaya perolehannya akan meningkat tajam.
Eropa saat ini sedang mengalami masa sulit menghadapi tingginya harga gas berdampak ke pasokan energi listrik. Hal itu dampak dari mendorong transisi energi.
